Alangkah Indah Sekenario Allah
Lapar! Itulah yg sekarang ini Sulaim rasakan, seorang pemuda pengurus masjid . Ia tinggal di salah satu ruangan Masjid Jami’ At-Taubah, salah satu masjid besar yang ada di damaskus, syiria. Dan di dalam masjid itu ada seorang yg kelaparan. Bukan sekali atau dua kali saja dia merasakan kelaparan, tapi seringkali bahkan tak terhitung lagi karena saking banyaknya. Makanan tak ada uang pun tak punya.
Siang ini ia benar-benar menderita karena saking laparnya. Yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkannya makan bangkai atau mencuri. Maka ia memutuskan akan keluar untuk mencari makanan. Alternatif yg dipilihnya adalah mencuri. Ya, ketimbang makan bangkai lebih baik mencuri.
Dengan dorongan rasa lapar ia melangkah keluar masjid. Menelusuri pemukiman penduduk yg ada di sekitar masjid. Langkah demi langkah telah ditelesuri, beberapa rumah penduduk telah dilewatinya. Lirik kiri dan lirik kanan, barangkali ada makanan yg disimpan atau dijemur di atap rumah oleh penduduk. Ah, tapai tak ada.Maka ia pun melanjutkan petualangannya untuk mencari apa yg kini dibutuhkannya. Perutnya sudah keroncongan dan beberapa kali membunyikan suara gemerutuk.
Sampai di sebuah tempat, ia mencium aroma yg sangat sedap. Perutnya semakin lapar dan melilit-lilit. Ia tak kuat bertahan lama. Ia menuju sebuah rumah dan langsung menyerobot ke dapur. Kebetulan pemilik rumah tidak sedang di dapur. Sulaim membuka tutup makanan dan terlihat terong yg diimasak dengan bumbu yg menggiurkan, gurih dan lezat. Tanpa piker panjang ia langsung mengambil dan memasukkannya ke mulut, digigit dan dikunyahnya. Hm..Uenak!
Namun ia segera sadar saat makanan itu akan ditelannya.Hatinya tak mengizinkan ia berbuat zalim. Sulaim segera memuntahkan kembali makanan yg hamper ditelannya itu. Terus mengembalikan terong yg sudah digigitnya. Ia kembali ke masjid dengan perasaan yg hancur, menyesal dan serasa memikul beban dosa yg amat berat. Tak layak seorang mukmin melakukan perbuatan itu, pebuatan dosa yg sungguh memalukan.
Sesampainya di masjid ia melaksanakan shalat ashar. Usai shalat ashar ia bersama jama’ah mendengarkan ceramah Syaikh Imam Masjid At-Taubah. Selama pengajian pikirannya tak karuan, pertama teringat akan dosa yg dilakukannya, dan yg kedua laparnya semakin menjadi-jadi.
Akhirnya pengajian selesai, orang-orang pun membubarkan diri dari masjid itu. Kini hanya ia dan gurunya berdua. Beberapa saat kemudian datanglah seorang wanita dan menghadap Syaikh, gurunya. Tiba-tiba sang guru memanggilnya. Sulaim menghampiri sang guru. Beliau bertanya, “Apakah engkau telah menikah?” . Pertanyaan yg konyol, lapar melilit-lilit masih ditanay urusan nikah. BOro-boro nikah makan saja kesulitan. Tapi Sulaim tetap menjawabnya, “Belum” Syaikh bertanya lagi, “Apakah engkau ingin menikah?”. Diam tak ada jawaban apapun.Sulaim tidak menjawab pertanyaan Syaikh. Syaikh mengulang pertanyaannya, akhirnya Sulaim menjawab denga penuh kejujuran , “Guru, Demi Allah, untuk membeli sekeping rotipun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya ingin menikah”
Mendengar Pertanyaan polos ini Syaikh tersenyum lalu berkata, “Wanita ini bercerita kepadaku bahwa suaminya baru saja meninggal. Masa iddahnya telah habis. Smentara ia adalah seorang pendatang di kota ini. Ia tidak memiliki siapapunkecuali seorang paman yg sudah tua dan miskin yg datang bersamanya ke sini.” Syaikh melanjutkan, “Wanita ini mewarisi rumah suaminya besrta isinya. Ia ingin mendapatkan suami lagi yg menikahinya sesuai sunnah Rasulullah agar ia tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatam mereka yg berniat jahat. Apakah engkau mau menikahinya?”
Sulaim pun berkata “Insya Allah mau, tapi saya tidak punya maharnya guru.” Lagi-;agi Syaikh tersenyum, lalu berkata kepada Sulaim, “Soal mahar gampang.” Lalu Syaikh berkata kepada sang wanita, “Apakah engkau menerimanya sebagai suamimu?”, wanita itu menjawab, “ya, saya menerimanya.” Tanpa menunda-nunda waktu, saat itu juga langsung diselenggarakan akad nikah. Syaikh memanggil paman dari wanita untuk menjadi wali, dan dua orang untuk jadi saksi dan memberikan mahar untuk pernikahan. Resmilah sekarang mereka menjadi suami istri.
“Sekarang peganglah tangan istrimu,” kata Syaikh. Lalu mereka pun pulang. Sulaim kini memiliki istri dan rumah. Sesampainya di rumah, sang istri membuka jilbabnya, dan alangkah terkejutnya Sulaim melihat pesona kecantikan sang istri. Sungguh menawan dan jelita. Kekagetannya semakin menjadi-jadi ketika ia sadar bahwa rumah itu adalah rumah yg tadi siang dimasukinya. “Apakah kanda sudah makan siang?” Tanya sang istri. “Belum” jawab Sulaim jujur. Sang istri berkata, “Kalau begitu, ayo kita ke dapur makan”
Sesampainya di dapur sang istri membuka tutup makanan. Alangkah terkejutnya ia melihat bahwa makanannya sudah diusik orang laikn.”Mengherankan” katanya, “Siapa yg berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yg lancing ini rahu bahwa aku janda sehingga berani masuk rumah ini”
Sulaim menangis mendengar perkataan istrinya . Lalu ia pun menceritakan kejadian yg sebenarnya, bahwasanya yg masuk dan menggigit terong adalah dirinya. Karena lapar dan tak kuat menahan perut yg sakit, sehingga iadiri masuk rumah orang lain dan mencuri makanan. Sang istri yg mendengarkan penuturan suaminya, menangis tersedu-sedu. Lalu berkata ,”Engkau lulus ujian, Suamiku. Engkau menjaga dirimu dari memakan buah terong secara haram. Sebagai gantinya Allah memberikanmu terong ini semuanya. Bahkan pemilik terong dan seisi rumahnya halal.”
Sulaim hidup bersama istri yg salehah. Ia giat belajar dan terus menuntut ilmu, hingga akhirnya ia menjadi orang terpandang, berwawasan luas dan berilmu tinggi. Ia menjadi seorang ulama besar. Syaikh Sulaim Rahimahullah..
Dari buku Betapa aku mencintainya










0 komentar:
Posting Komentar